Rabu, 13 April 2011

Kasus Psikologi by Lewis

    TY merupakan seorang psikolog,  dalam melakukan beberapa praktik terkadang TY hanya mau memberikan layanan psikologi kepada seseorang yang berasal dari latar belakang orang yang mampu. Apabila ia melihat bahwa kliennya ternyata berasal dari kalangan menengah kebawah, TY memilih untuk tidak memberikan layanan psikologi dengan berbagai macam alasan dan merujuk klien tersebut untuk pergi ke psikolog lainnya. Ia juga kerap kali meneruskan terapi kepada kliennya, meskipun seharusnya ia berpikir bahwa klien yang ditanganinya sudah cukup berhasil dan tidak membutuhkan terapi lagi. Hal lain yang sering terjadi pula adalah ia seringkali menceritakan masalah- masalah klien lain kepada klien yang tidak bersangkutan, tidak hanya itu kerap kali ia mendiskusikan masalah klien lain yang sedang ia tangani kepada klien yang tidak bersangkutan. TY terkadang menjelaskan perincian biaya yang jauh lebih tinggi dari biaya yang seharusnya sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
    Suatu hari, adik TY yang baru saja lulus dari pendidikan strata 1 hendak mengikuti seleksi dan rekruitmen karyawan baru yang diadakan sebuah perusahaan ternama. Karena takut banyak calon karyawan yang lebih hebat darinya dan takut tidak diterima bekerja, maka adik TY meminta kepada TY yang juga seorang psikolog untuk mengajarkannya cara mengerjakan alat- alat tes psikologis yang sering dipergunakan untuk keperluan seleksi dan rekruitmen. TY pun akhirnya mengajarkan cara mengerjakan alat- alat tes psikologis yang sering dipergunakan untuk keperluan seleksi dan rekruitmen kepada adiknya, agar adiknya mendapat hasil psikotes yang baik dan dapat diterima bekerja pada sebuah perusahaan ternama.
    Perusahaan ternama tersebut, akhirnya menerima adik TY untuk menjadi karyawan di perusahaannya, namun setelah bekerja di perusahaan tersebut adik TY banyak sekali melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, bahkan menyebabkan kerugian secara finansial  bagi perusahaan. Karena merasa dirugikan, akhirnya perusahaan ternama tersebut mengeluarkan adik TY dari perusahaan tersebut.

Selasa, 05 April 2011

Banyak Praktik Psikologi Tak Punya Izin

Jakarta-Belakangan ini bermunculan individu yang mengaku sebagai psikolog dan melakukan praktik psikologi namun tidak memiliki izin praktik sah. Padahal apabila nasihat atau diagnosis ”psikolog” tersebut keliru, akan berakibat sangat serius pada pasiennya.
Dapat terjadi hal kontra produktif, yakni menurunnya tingkat stabilitas emosional pasien dalam suatu program konseling. “Malapraktik yang disebabkan oleh psikolog berbeda dengan dokter. Kalau dokter hanya penyalahgunaan obat yang berakibat di tubuh pasien, tetapi malapraktik psikolog bisa berkepanjangan karena menyangkut jiwa dan mental seseorang,” tegas Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah DKI Jakarta Raya (Himpsi Jaya) Lukman Sarosa Sriamin, dalam diskusi mengenai sosialisasi profesi psikolog, Selasa (16/9).
Dampak malapraktik itu di samping merugikan pengguna jasa psikologi, juga akan mencoreng profesi psikolog, lanjut Lukman. Hal ini dapat dihindari dengan menyusun peraturan sebagai payung hukumnya, sehingga tidak ada celah bagi pihak-pihak yang berusaha merugikan profesi psikolog maupun pengguna jasa psikolog.
Dengan demikian, Rancangan Undang-Undang (RUU) Malapraktik psikolog tidak hanya akan melindungi pengguna jasa praktik psikolog, juga dapat melindungi para psikolog. Untuk itu, diperlukan inisiatif dari pemerintah untuk menyusun RUU tersebut. “Kami terbentur dana untuk menyusun UU mengenai kode etik psikolog, dan saat ini belum ada kekuatan hukum yang tetap yang melindungi konsumen psikolog maupun psikolog,” tegasnya.
Lukman juga mengungkapkan adanya pihak yang mengaku psikolog walaupun hanya lulusan sarjana psikologi. Lulusan sarjana psikologi padahal belum tentu menjadi seorang psikolog. Dunia pendidikan psikologi menetapkan bahwa sarjana psikologi tidak dapat melakukan praktik psikologi. Seorang drs/dra atau magister profesi baru dapat melakukan praktik psikologi jika telah memiliki izin praktik.
Oleh karena itu, sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang organisasi profesi psikologi serta perbedaan antara psikolog dan bukan psikolog. Saat ini, Himpsi Jaya mempunyai 3.587 anggota terdaftar dan 1.825 di antaranya telah memiliki izin praktik yang sah dan berlaku di seluruh Indonesia. Namun diakui, sampai saat ini masyarakat masih jarang menggunakan jasa psikolog. (cr-4)
Copyright © Sinar Harapan 2008

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita...7/kesra03.html